Rabu, 18 April 2012

Kebahagiaan Hidup


















Metro, 22 Maret 2012

Seorang lelaki muda, berbadan agak tambun, kulitnya coklat kehitaman. Rambutnya ikal tipis tertutup topi, matanya bulat dan tampak garis cekung berwarna tipis kehitaman di tepi kelopak matanya, menandakan ia sarat akan beban kehidupan. Duduk termangu diantara barisan mobil dan motor yang terparkir berjajar rapih, tempat ia menggantungkan penghidupan di pasar tengah, Kota Bandar Lampung. Kemeja lusuh dan kusam berwarna kuning, sebagai penanda hampir sebagian hidupnya ia habiskan bersahabat dengan teriknya mataharidan pekatnya asap knalpot kendaraan yang garang. Namun itulah yang akan memberikan harapan bagi keluaranya untuk menyabung dan merangkai impian masa depan hidupnya.
Duduk menunggu dari pagi hingga sore hari, berharap rupiah demi rupiah dapat terkumpul dari setiap kendaraan yang terparkir di muka toko yang berjajar.
Seperti biasanya, ia pun tetap tenang dan sabar menunggu serta melayani setip kendaraan yang keluar masuk area pertokoan. Dari kejauhan ia memandang sebuah mobil sedan mewah berwarna putih mengkilap terawat. Tampak sangat mewah dalam pandangan matanya. Pastilah mobil itu mahal harganya. Seakan ia berbicara pada dirinya, “Alangkah nyamannya bila aku dapat berada didalam mobil mewah itu. Pastinya tidak akan merasa kepanasan, karena sudah pasti mobil itu telah dilengkapi dengan fasilitas mewah yang dapat memanjakan orang yang berada didalamnya. Aku percaya bahwa pemiliknya adalah orang yang kaya raya, dengan segala kemewahan hidupnya. Rumahnya pastilah besar juga indah, dan di penuhi dengan perabot mahal yang menhiasi setiap sudut ruang rumahnya. Uangnya pun banyak, makanan yang dimakan juga pastilah makanan yang enak-enak, mobilnya mewah, istrinya pun cantik dan terawat penampilannya dengan perhiasan yang indah dan mahal, anak-anaknya berpakaian serba bagus dari produk impor, serta bersekolah di tempat terbaik dengan fasilitas terlengkap berstandar interasional. Pokoknya ia memiliki segala sesuatu yang banyak orang impikan”. Begitulah ia melamun dan membandingkan dirinya dengan orang kaya tersebut. “Kondisi rumahku sendiri yang sangat sederhana nan reot, beratap genting tua yang jika turun hujan pastinya air akan masuk melalui celah-celah genting yang sebagianya telah bocor. Tidak ada perabot mewah yang dapat menghiasi dan menambah kesan indah, hanya ada panci dan kuali hitam yang sudah usang. Ada sebuah lemari kayu besar sebagai tempat menyimpan pakaianku beserta anak dan istriku, itupun usianya telah tua yang tampak keropos karena dimakan rayap. Istriku kurus Nampak kurang terurus karena tergerus beban kehidupan, anak-anakku pun berpakaian sederhana. Kami sekeluarga makan seadanya, tidak jarang kamipun harus berpuasa karena tidak memiliki sesuatu yang dapat kami dimakan untuk mengganjal perut.”
Matanya mulai bekaca-kaca…”Andaikan saja aku dapat membahagiakan keluargaku seperti pemilik mobil mewah itu…” Pikirannya pun berangan-angan jauh tanpa gembala, membawa dirinya pergi kealam mimpi. Tanpa terasa rasa kantuk mulai menghinggapi matanya, perlahan namun pasti iapun tertidur pulas diantara barisan kendaraan yang terparkir.
Sementara didalam mobil mewah berwarna putih mengkilap itu, duduklah seorang lelaki berpakaian bagus dan rapi. Mengenakan jas dan dasi, menandakan ia berasal dari kalangan ekonomi atas. Ia duduk di bangku belakang sendirian. Di bangku depan, ada seorang sopir berpakaian rapi dan resmi. Mobil mewah dan berwarna putih ini tengah terparkir diarea pertokoan pasar tengah., Kota Bandar Lampug. Berhari-hari orang kaya ini dibuat lelah memikirkan sebuah proyek yang menjadi tanggung jawabnya. Terlampau banyak masalah ia hadapi sendiri. Mulai dari pendanaan proyek yang tidak sesuai, tenggang waktu pelaksanaan proyek yang tidak lama lagi akan selesai sedangkan masih banyak pekerjaan yang belum rampung, serta banyaknya setoran-setoran yang harus ia keluarkan sebagai upeti. Salah-salah ia terancam dipenjara. Belum lagi istrinya yang sering menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang dirasanya tidak begitu penting dan mendesak. Di tambah lagi sekolah anak-anaknya yang bermasalah. Beberapa kali mendapat surat panggilan serta akan dikeluarkan dari sekolah. Sudah beberapa malam mini ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Lelah, penat, dan tidak tenang pikiran dan hatinya.
Dari dalam mobil, orang kaya ini melihat barisan kendaraan di pinggir pertokoan. Matanya menatap seorang lelaki muda juru parkir yang berbadan agak tambun, berkulit coklat kehitaman, berpakaian lusuh dan berwarna kuning. Lelaki itu Nampak tertidur pulas diantara tembok pinggiran toko meskipun hanya beralas tumpukan kardus bekas yang tersusun, Nampak seperti tidak memiliki beban apa-apa.
Ia membayangkan alangkah damainya hati juru parkir itu. Meskipun hidup dengan kondisi sederhana, namun ia dapat menikmati hidupnya. Mungkin istri dan anak-anaknya hidup penuh dengan kesedrhanaan namun sarat akan kebahagiaan. Dibandingkan dengan kondisi dirinya yang memiliki berbagai macam fasilitas mewah, namun semua justru menimbulkan beban fikiran dan kemudharatan bagi kehidupannya. Mata orang kaya ini berkaca-kaca…menunjukkan kegundahan hati yang sedang ia rasakan. Hatinya bergumam, “andai saja aku bisa merasakan ketenangan dan kedamaian perasaan seperti yang dialami tukang parkir itu. Betapa nyanyak tidurnya. Betapa bahagia jika bisa tidur nyenyak seperti itu.
Begitulah kehidupan berjalan. Seseorang akan selalu melihat melihat kondisi orang lain. Membandingkan, mengandaikan, membayangkan, mengkhayalkan. “Andai saja aku bisa seperti dia, betapa bahagianya…”
Itulah sebabnya kita tidak bahagia. Karena kita mengharapkan sesuatu yang tidak nyata. Kita mengkhayalkan sesuatu yang bukan diri kita. Kita hanya mengejar kebahagiaan orang lain. Kita mencari kebahagiaan sebagaimana kita saksikan pada banyak orang. Kita akan menghabiskan waktu-waktu berharga kita hanya untuk mengejar yang bukan milik kita. Kita tidak akan pernah berhenti, dan kita pun tidak akan pernah menyadari bahwa sesungguhnya kita telah mengikhlaskan diri kita menjadi budak dari khayalan. Itulah sebabnya mengapa kita tidak bahagia. Karena kita mencari diri kita pada orang lain. Kita tidak mencari dan berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan didalam diri kita.
Bersyukur terhadap sedikit banyaknya karunia Allah adalah jurus paling ampuh untuk menemukan kebahagiaan hidup, tidak menjadi budak akan khayalan semu.
Semua itu hanya benda-benda, sama dengan yang lainnya. Setiap orang pasti akan merasakan kebosanan atau kejenuhan terhadap sesuatu, baik terhadap benda ataupun aktifitas. Pastianya Allah akan menggulirka perasaan itu secara bergantian. Kebahagiaan letaknya didalam jiwa. Bukan terletak pada benda-benda. Bukan pada atribut dan aksesoris kehidupan. Maka carilah kebahagiaan dengan menyelam kedalam jiwa kita sendiri. Bukan dengan mengkhayalkan apa yang dimiliki atau yang ada pada orang lain. Jika kita terus menerus mencari-cari kebahagiaan kepada benda, selamanya kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan. Maka berhentilah menjadi budak dari kebendaan dan atribut maupun aksesoris kehidupan.
Rasulullah bersabda: “Apakah masing-masing kalian senang masuk syurga?” mereka berkata, “Ya wahai Rasulullah”. Kemudian beliau bersabda, “pendeklah dalam berangan-anagan, letakkanlah kematian dihadapan mata kalian dan malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya rasa malu”.

(sebuah kisah yang terinspirasi dari beberapa artikel dan sisi kehidupan seorang sahabat. Yang didedikasikan untuk saudaraku “Maryadi”seorang juru parkir di pusat pertokoan Pasar Tengah, kota Bandar Lampung. Sudah hampir satu bulan lamanya ia tidak tampak berada di area parkir tempat ia mengais rezeki, Kabar terakhir yang aku terima darinya, tidak lama lagi ia akan kehilangan satu-satunya sumber mata pencaharian yang selama ini telah menghidupi anak dan juga istrinya. Semua terjadi karena adanya kebijakan baru yang akan diberlakuakan oleh pemerintah setempat. Aku rasa tidak hanya Maryadi seorang yang akan kehilangan sumber mata pencahariannya, namuan akan banyak juru parkir yang akan bernasib sama seperti sahabatku Maryadi. Untuk sahabatku Maryadi..terimakasih untukmu karena hingga detik ini dirimu tiada pernah bosan untuk selalu menjawab salam serta memberi senyum tulus setiap kali bertemu, meskipun beban kehidupan begitu menghimpit dirimu.)

2 komentar: