Senin, 12 Maret 2012

Muslim Prancis Gerah, Dilecehkan Sekaligus Jadi Alat Politik

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Muslim Prancis mulai gerah menjadi komoditas politik dalam perebutan posisi puncak negara itu. "Kami adalah Muslim. kami adalah orang Prancis. Tapi setiap hari, kami diserang, dihina dan diperlakukan seperti teroris atau alien," ungkap Blogger Muslim, fateh Kimouche, seperti dikutip onislam.net, Senin (12/3).

Fateh mengatakan Prancis telah mendidik para Muslim sehingga memiliki energi dan antusiasme. Muslim pun memiliki pemikiran, bisnis dan uang.

Ia menyayangkan para politisi tua tidak menyadari hal itu. "Sarkozy dan Le Pen memanfaatkan isu ini karena mereka tidak memiliki solusi atas persoalan ini. Apa yang mereka gembar-gemborkan merupakan bentuk keputus-asaan dua ekor anjing gila yang tidak mau saling mengalah," ketus pakar filsafat politik ini.

Menurut Fateh, umat Islam di Prancis tidak mau membuat keributan. Mereka yang lahir menjadi generasi ketiga sadar bahwa dirinya adalah tamu. Mereka akan berusaha sebaik mungkin menunjukan prilaku baik. "Saya pun melakukan itu," kata dia.

Guru sejarah dan geografi, Mohammed Abdenebi, menilai pemerintah Prancis telah menyakiti hati komunitas Muslim. "Mereka berkata kepada kami, 'apa studi anda, dan apakah anda yakin dengan studi anda itu akan mendapatkan pekerjaan'. Kami belajar, kami bersungguh-sungguh tapi tidak ada pekerjaan, lalu mereka mengatakan kami tidak belajar dengan baik," katanya.

Fateh menambahkan seorang muslim sulit menyembunyikan kemarahan dan rasa frustasi ketika melihat mereka menjadi komoditas untuk meraih kepopuleran presiden Prancis. "Sungguh, kami berharap betul dengan para politisi kita," ujarnya.

Menurut Fateh, sebagai seorang Muslim Prancis, ia tidak akan meninggalkan negeri ini meski harus mendapatkan hinaan dan cacian. "Katanya semua manusia sama. Tapi kami justru dianggap musuh dalam selimut. Karenanya, Prancis tidak belajar dari masa lalu dimana mereka dahulu menyudutkan komunitas Yahudi," kata dia.

Pemilik restoran mewah di Paris, Kamel saidi, 34 tahun, menilai ada kekhawatiran akan sikap partai sayap kanan. "Sangat menyedihkan bahwa semua yang kami coba lakukan adalah menemukan tempat dalam masyarakat, dan ternyata tidak ada pengakuan. Yang ada justru kecurigaan seolah-olah umat Islam adalah tersangka," kata dia.

0 komentar:

Posting Komentar